Sabtu, 30 Maret 2019

Demokrasi dalam Jurnalisme online

Halo, Temann
Selamat akhir pekan

Berbicara Selamat akhir pekan. membuatku Sadar, jika sekarang sudah akhir Maret. Dan artinya, sebentar lagi masyarakat kita, masyarakat Indonesia, akan melaksanakan sebuah pesta demokrasi dipertengahan bulan April untuk memilih presiden dan wapres ataupun memilih anggota legislatif.
Gimana? Sudah siap membawa "bungkisan pesta" untuk dibawa ke gedung TPU ? Dan sudahkan kalian memilih "kelompok teman" untuk menemani kalian meramaikan pesta?.

  Menyinggung fenomena pesta demokrasi, membuatku teringat dengan sebuah istilah dalam dunia komunikasi  yang dalam  dekade ini nampak menjadi tren yang luar biasa geliatnya. Istilah tersebut adalah Jurnalisme warga dan Jurnalisme Partisipatif. Mungkin untuk kalian yang tidak mempelajari ilmu komunikasi, akan merasa asing dengan istilah-istilah tersebut. Istilah tersebut lebih akrab dalam kehidupan milenial dengan istilah, citizen journalism. Dua hal ini menjadi bagian dari Jurnalisme online. Yang tidak bisa dipungkiri, memang giatnya cukup diminati jika dibandingkan jenis Jurnalisme lain.

  Jurnalisme online sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Jurnalisme online menjadi salah satu perwujudan ruang publik di lingkungan masyarakat demokrasi. Jika, dulu masyarakat memiliki ruang publik hanya dalam lingkup televisi, media cetak atau radio. Yang tentu saja, tidak menyediakan tempat diskusi dengan respon yang langsung. Sehingga cukup membatasi gerak opini dari masyarakat. Dalam Jurnalisme online, masyarakat memiliki ruang publik yang luas, dan cukup bebas untuk diskusi. Karena kesediaan fitur respon langsung yang menjadi salah satu keunggulan dari Jurnalisme online.

   Adanya ruang yang luas bagi publik ini menciptakan jenis Jurnalisme yang sudah disinggung di paragraf sebelumnya, yang menjadi cabang dari Jurnalisme online.  Yaitu, jurnalism warga dan Jurnalisme Partisipatif. Salah satu bentuk jurnalisme warga atau Jurnalisme Partisipatif  adalah turut sertanya masyarakat dalam mengolah dan memproduksi produk jurnalisme, seperti; video youtube, instagram dll.

  Produk-produk inilah yang nantinya akan berhubungan dengan adanya pesta demokrasi dalam tahun politik ini, seperti contoh, sebagai sarana kampanye. Dalam Jurnalisme warga, akan muncul berbagai konten terkait dengan kampanye calon presiden. Entah itu pendukung atau bukan pendukung. Akan ada masyarakat yang dengan sukarela membuat postingan yang secara langsung atau tidak akan memperkuat ataupun melemahkan kredibilitas calon politik. Seperti, seseorang yang secara iseng memposting kesenangannya menaiki MRT yang baru saja dirilis. Disitu orang tersebut berujar, sejenis pujian-pujian dan rasa terimakasih kepada mereka (baca:pemerintah) yang telah merealisasikan adanya moda transportasi publik yang luar biasa ini. Dengan demikian secara tidak langsung pengalaman yang dialami orang tersebut, akan secara tidak langsung meningkatkan kredibilitas suatu pihak yang terlibat atas adanya MRT tersebut. Atau, menjadi sebuah topik untuk  memancing diskusi publik diruang publik yang tersedia dalam konten jurnalisme warga tersebut.

  Kemudian, apa perbedaan dengan jurnalisme Partisipatif? Perebedaannya terletak pada siapa yang menyampaikan dan membuat konten tersebut. Jika dalam Jurnalisme warga konten dibuat dan disampaikan secara langsung oleh masyarakat. Dalam Jurnalisme Partisipatif masyarakat hanya mengetahui dan mendapat sebuah peristiwa, tanpa membuatnya menjadi suatu konten. Sedangkan untuk penyampaiannya dibuat oleh pihak media. Bisa dianalogikan seperti ini, tuti melihat ikan beranak kemudian ikan tersebut ditangkap tuti untuk diberikan kepada penangkar ikan, agar bisa diolah dan dibiakkan. Kira-kira seperti itu pemahaman yang bisa akuz sampaikan tentang jurnalisme online. Semoga bermanfaat teman.

Silahkan baca the handbook of global online journalism. Untuk kelengkapan dan kedalaman materi.

Terimakasih.

Sabtu, 16 Maret 2019

Aku, Kertas dan Konvergensi Media.

  
Zaman dulu, kertas bersetia dengan aksara-aksara yang mencucur dari benak seseorang, bermetamor dengann alam; hujan, daun, gunung, bunga randu alam, air, jendela, embun, kayu bakar. Termasuk kau salah satunya. –Sapardi djoko damono 





Seperti ungkapan dari sastrawan legendaris eyang Sapardi diatas aku tidak akan berbicara tentang biografi sapardi, atau berbicara tentang karakteristik karya-karyanya yang naturalis dan realis, dan  kwmudian aku bandingkan dengan karya Rendra yang sarat akan protes sosial.

Tapi aku akan mengajak kau membicarakan tentang kertas. Ya, kutipan tersebut aku pilih karena menggambarkan bagaimana kertas menajdi seorang “teman” yang setia untuk syair yang lahir dari benak penyair masa itu. Tentu bukan hanya menjadi “teman” setia  bagi para penyair. Bahkan, bukan hanya penyair, tapi juga menjadi saksi bisu para cendekia, orator, ilmuwan, dan penemu untuk memprasastikan buah pikiran atau catatan perjalanan keilmuan mereka. Yang kelak membantu kehidupan masyarakat saat ini.

Seperti kertas yag membantu perjalanan keilmuan para pendahulu, kertas juga membantu kehidupan pribadiku. Dulu, sebelum aku mengenal mesin bernama Laptop yang dilengkapi perangkat lunak microsoft word, Excel, dst, Aku menulis menggunakan kertas, terlebih lagi, dulu aku bersekolah di sebuah sekolah swasta berbasis keagaamaan yang melarangku menggunakan dan membawa perangkat elektronik appapun selama masa pendidikan. Dulu, aku sangat suka menulis pengalaman harianku di sebuah buku catatan harianku, hingga aku memiliki beberapa jilid buku harian. Sebenarnya, alasanku menulis di buku harian bukan karena semata-mata karena aku tidak bisa menuliskannya dalam perangkat elektronik. Tetapi, aku merasakan sensasi berbeda ketika aku harus membaginya di sebuah buku, emosi yang aku rasakan lebih terluapkan dengan maksimal. Walaupun tulisanku jauh dari kata rapi apalagi bagus. Aku tetap menuliskannya, tanpa merasa malu karena hanya aku yang membacanya. Walaupun konvensional, menulis di ketas atau buku juga lebih menjamin dari hilangnya data karena rusaknya sistem.  Itu adalah pengalaman hidupku bersama kertas, tentu tidak hanya sampai pada lingkup menulis buku harian, lebih kompleks dari itu, kertas menemani pendidikan ku dari aku belajar menulis hingga saat ini aku menjadi mahasiswa.

  Tulisan ini, tentulah bukan hanya tentang kertas, dan pengalamanku bersamanya. Tapi lebih jauh dari itu, tulisan ini akan bercerita tentang "pembaharuan" kertas sebagai media yg menjadi teman di era modern ini.  Dalam bahasa yang lebih ilmiah, orang-orang yang lebih paham menyebutnya "Konvergensi Media" . Yang maknanya adalah peleburan media dari yang satu media berisi hanya satu konten atau satu fungsi, menjadi satu media dengan multiplatform yang artinya bisa digunakan untuk berbagai fungsi. Berbicara tentang keilmuan, kurang pantas jika tidak menggunakan pendapat ahli untuk membahasnya. Aku akan memakai pendapat Flaw, menurutnya konvergensi media memiliki 3 point penting yang terdiri dari computing & information technology, communication network, dan digital content. Dalam teori ini, ahli flow menjelaskan bahwa konvergensi media sangat berhubungan erat dengan perbuatanmu industrial, karena perubahan Teknologi sangat berpengaruh bagi perubahan industri. Perubahan yang dimaksud disini bisa berarti perubahan media informasi, Cara berkomunikasi, perubahan media cetak, dan perubahan media digital.

    Dalam kasusku, teori miliki Flow ini bisa dihubungkan dengan perubahan media digital dan Cara berkomunikasi. Jika dulu aku menggunakan buku harian yang hanya bisa. Untuk mencoretkan alat tulis. Saat ini aku berbagi kegiatan harianku melalui Smartphone yang didalamnya memiliki berbagai software media sosial yang dengan mudah bisa aku dapatkan di playstore secara gratis. melalui media sosial aku bisa berbagi banyakk hal. Mulai dari pengetahuan  hingga hal-hal "Chessy" yang mungkin tidak ada spesiak-spesialnya. Pengalaman yang aku Alami mungkin sama dengan orang-orang lain. K etika pada masanya kertas sangat berjasa menemaniku sastrawan, dan para ilmuwan dalam menyalurkan, mengabadikan, dan mengkomunikasikan buah pikiran hingga orang-orang modern mampu mengenal dan memannfaatan keilmuan mereka, tentu saat ini mereka menggunakan media digital untuk mengkomunikasikan buah pikiran mereka. Aku berikan salah satu contoh agar mudah dipahami, lagi-lagi dari eyang -sapardi, yang baru saja merilis buku barunya, "sepasang sepatu tua". Di  usianya yang senja Ini, eyang -sapardi bukan hanya menceritakan buku, tetapi juga aktif berbagi kegiatan dan karya-karyanya di media sosial Instagram. Bahkan, dalam akunnya tersebut ia menyebutkan, bahwa saat ini ia sedang mengerjakan sebuah proyek kawin silang (kolaborasi) antara kata-kata dan art photography. Ini menjadi salah satu contoh, bentuk dari konvergensi media. Yang dulunya, sajak hanyalah tulisan dan kata kata. Berubah menjadi sesuatu Katya yang lebih dinamis. Jadi beginilah cara kerja konvergensi media yang penerapannya mempengaruhiku dalam hal berkomunikasi.


Terimakasih.

Sabtu, 09 Maret 2019

Halo, Ini Cerita Tentang Dwiki.

Lahir dengan nama Dwiki Nanda Rispa Azka Kamila di Rumah sakit Tentara yang ada di kotanya. Dilahirkan oleh seorang Ibu yang saat itu berusia 30 tahun sebagai anak kedua, setelah didahului oleh Kakak laki-laki 5 tahun sebelumnya. Dengan nama yang panjang itu, keluarga dan Orang terdekatnya memanggilnya dengan panggilan Kiki. Saat ini ia adalah mahasiswi semester 4 di satu-satunya Universitas Negri di Magelang. Dengan menempuh program studi S1 Ilmu Komunikasi. Dwiki saat ini berusia 20 tahun sejak kelahirannya tahun 1999 tanggal 15 April. Tanggal  yang sama dengan pelayaran pertama sekaligus terakhir kapal RMS Titanic pada tahun 1912. Yang kemudian menginspirasi beberapa film, salah satunya adalah film romantis berjudul Titanic (1997). Film tersebut menjadi salah satu film yang disenangi Dwiki.

Selain Titanic, film kesukaannya yang lain adalah film Barat dengan genre fantasi, kolosal, atau film historis yang berlatar belakang perang dunia. Dwiki tertarik dengan berbagai hal yang klasik dan bersejarah. Terlihat dari buku terakhir yang ia baca adalah buku karya Wahjudi Djaya yang berjudul, Sejarah Eropa dari Eropa Kuno hingga Eropa modern. Ketertarikan Dwiki dengan sesuatu yang klasik dan historis bisa disimpulkan dari pengetahuannya tentang mitologi Yunani dan Roma. Coba saja ajak dia berbincang tentang bagaimana Rhea bisa menjadi anak dari Gaia atau siapa penyusu Romus dan Romulus Walaupun tidak mafhum tapi dia akan antusias dan paham dengan perbincangan tersebut. Selain menyukai hal-hal tersebut, dia menyukai dan mengoleksi beberapa komik Detective Conan yang terhenti ketika ujian nasional SMA. Hal tersebut membuatnya malas untuk kembali “mengonsumsi” Conan lagi, karena komik Conan cukup sulit dicari Kotanya. “Conan lama-lama membosankan, ceritanya gitu-gitu terus, kapan bisa tau pemimpin organisasi baju hitamnya. Kalo gini-gini terus. Keburu gosho aoyama Tua.” begitu katanya, yang menandakan kalau dia bosan dengan Conan. Tapi, tidak dengan sherlock holmes, ia masih suka membaca bukunya dan menonton filmnya. Dwiki memang menyukai hal-hal tentang Riddle. Buku lain yang selalu menjadi favoritnya adalah novel karya Tere-Liye. Sesuatu dari Dwiki, yang membuatnya sering menjadi bahan ejekan adalah selera berpakainnya yang aneh. 
          Untuk musik, dia menyukai beberapa lagu  milik Ten To Five, Mocca, The Adams, Jess Glynn, Meghan Trainor, Bruno Mars, Mr.Big, Bee Gees dan Queen. Selera musiknya memang sangat umum dan kurang kekinian. Tidak seperti anak-anak seumurannya yang sedang trend dengan K-pop atau EDM atau Folk pop Indie. Lagu-lagu Folk Indie memang sedang  digemari anak muda seumurannya saat itu, tetapi  untuk Dwiki, ia cukup terlambat dalam trend tersebut. Saat dimana anak muda lain menjadikan musik indie sebagai playlist favorit, satu-satunya lagu Indie yang dia suka dan paham adalah Fana Merah Jambu. Seleranya tentang musik  yang sedemikian bukan tanpa alasan, semua itu tebentuk secara alami karena bapaknya, yang ketika ia kecil sering memutarkan lagu-lagu kesukaan beliau. Maka dalam memori masa kecilnya lagu anak beriringan dengan sweetrock.  

    Berbeda lagi dengan banyak orang yang menyukai senja dan hujan. Dia lebih menyukai pagi dan tidak suka dengan hujan. Ketika ditanya teman apa alasannya, dia bilang, bahwa terlalu banyak kenangan sedihnya yang terjadi ketika hujan. Dan dia tidak pernah mau membahasnya. Lalu, kenapa dwiki suka pagi, dia tidak tau apa alasannya. Begitulah dia, selalu tidak tau alasan kenapa dia menyukai sesuatu hal. Yang dia tahu, dia akan merasa hatinya berdegup kencang ketika dihadapkan dengan hal-hal tersebut. Itu pula yang pada akhirnya membentuk pribadinya yang selalu yakin dan percaya diri dengan dirinya tanpa peduli dengan pandangan orang dengan dirinya. Karena dia tau, dengan mengikuti hatinya, dia akan tau siapa dia dan apa yang dia mau. Seperti halnya ambisi, banyak orang salah paham dengan dirinya yang terlihat acuh dan tidak peduli. Bersikap seakan-akan dia tidak ingin “berlarian” bersama dengan orang lain. Dia sering bingung melihat orang orang yang dengan gigih mengejar sesuatu tanpa tahu secara nyata apa yang sesungguhnya mereka kejar.
        Untuk urusan ambisi, berbeda dengan kesukaan-kesukaannya yang tanpa alasan. Dwiki  adalah orang yang paham apa keinginannya dan apa kemampuannya. Dia tau fase apa yang saat ini ia jalani dan rencanakan kemudian hari. Satu hal yang selalu ia bicarakan dan tidak pernah berubah adalah, keinginannya untuk memiliki Rumah sendiri. Ia tidak terlalu mempermasalahkan urusan jodoh, untuk hal itu dwiki bilang, ia akan mungkin akan melakukannya ketika kehidupan kerjanya sudah sesuai keinginannya, yaitu bekerja di Stasiun pemerintah di Yogyakarta, menjadi PNS dan memiliki Rumah. Kenapa dia memilih stasiun negri milik republik adalah sederhana, bahwa ia tidak ingin bekerja dan menetap jauh dari ibunya, apalagi ia kurang menyukai kota besar yang padat. Dwiki suka lingkungan yang damai dengan udara yang bersih.
        Tumbuh dan melalui masa pubertas jauh dari orang tua, membuat ia melalui banyak hal dengan latar belakang cerita yang sedikit berbeda dengan anak sebaya dilingkungannya. Ketika anak lain mulai merantau ketika kuliah, dwiki merantau sejak ia lulus SD. Hal itu bukan suatu paksaan dari orang tuanya, semua karena keinginannya sendiri. Berawal dari arahan orang tua yang tidak memaksa, saat itu Dwiki memutuskan untuk melanjutkan sekolah di Pondok Pesantren Modern di Yogyakarta. 6 tahun bersekolah disana menghasilkan bekal pengetahuan agama yang sedikit lebih dari teman-temannya. Mondok di Jogja menjadi fase yang sangat berpengaruh bagi kehidupan dwiki saat ini. Disinalah fase dimana ia mulai mengenal dunia media. Karena awal mula ia mengenal dunia media adalah ketika secara terpaksa dwiki harus menjadi perwakilan kelas untuk menjadi penyiar di sekolahnya. Hal itu kemudian terus berjalan hingga ia mulai menjadi ketua redaksi di sekolahnya membuatnya mengenal jurnalistik dan membawanya untuk mempelajari secara serius di universitas. Karena pada awalnya, passion yang ingin ia tekuni di universitas adalah ilmu sejarah dan arkeologi. Lalu bagaimana dengan kemampuannya dalam hal media? . Sebagai seseorang yang mengenal dwiki, dwiki memiliki kemampuan berbicara juga kemampuan menulis yang cukup baik, paling tidak, pernyataan ini didukung beberapa orang  disekitarnya. Jika kemampuan itu mendapat perhatian dukungan yang cukup, maka bukan sesuatu yg berlebihan jika Suatu saat nanti Dwiki akan menjadi seorang jurnalis atau broadcaster yang professional. terlebih, dia adalaah seorang Planner, dan Self Management yang cukup baik. 
 
    Ada banyak hal yg disukai dan tidak disukai dari seseorang, maka demikian dengan Dwiki, ia memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan, satu diantaranya yang paling aku benci adalah, sifat pemarah dan moodyan nya. Jika sudah berada dalam mood yang buruk, maka semuanya akan menjadi lebih sulit. Selanjutnya adalah sifat lambatnya, dia selalu lama dalam melakukan berbagai kegiatan sehari-harinya, membuatnya selalu  terlibat dalam keterlambatan. tapi aku yakin suatu saat dia akan berubah dari kebiasaan buruknya. karena dimataku, sebenarnya ia memiliki semangat dan optimisme positif untuk terus berproses dan berkembang mempelajari banyak hal baru. Asalkan dia selalu mendapat dukungan. Sesuatu yang ia katakan kepada orang-orang terdekatnya, "tolong, kalau aku salah, bilang dan kritik aku, jangan tinggalin aku".  Satu hal yang aku sukai dari dia, adalah sifatnya yang selalu positif dalam melihat sesuatu. Ia selalu memiliki sudut pandang yang berbeda dari orang lain dalam melihat berbagai hal. Dia pernah bilang, bahwa "Duniamu, ada di hati dan pikiranmu" .









Selasa, 05 Maret 2019

Selamat Pagi.

Halo, Selamat pagi
Benar, kau dan orang lain tidak salah. Ak memang secara jelas menulis Selamat Pagi.
Disini, dirumahku dan bahkan di kotaku sudah malam. Tapi tidak aku ucapkan Selamat Malam bukan karena aku bodoh, hingga aku tak mampu sekedar membedakan Malam dan pagi. Tapi, ini  tentang dorongan nafsu manusiawi yg mendorongku untuk terus ingin  mengucapkan Selamat Pagi.
Iyaa, tentu karena aku suka. Suka itu nafsu. Tapi itu fitrah bukan?, justru agar aku mampu menjadi "manusia".

Jika banyak orang lain menyukai senja. Aku menyukai pagi. Dan ak selalu ingin. Melihat pagi, esok, esok dan esok lagi.
Jika kau tanya kenapa, aku tidak terlalu tahu kenapa. Hanya saja ketika pagi aku rasa bahagia dan menyenangkan selalu datang bersamaan. Sebuah harmoni yg tenang ketika melihat orang berebut jalanan, orang saling klakson di lampu merah dengan anak sd diboncengan mereka.

   Hingga ada saat-saat dimana salah satu ujung bibirku akan naik  ketika melihat pengendara mobil dengan seperti  tanpa berpikir mengklakson motor didepannya bahkan sebelum lampu merah belum benar benar sempurna berubah hijau. Seakan hanya dia yang butuh untuk menikmati hasil bayar pajaknya. Kemudian, dipersimpangan yang bahu jalannya penuh pasir karena sedang diperbaiki sebuah sepeda tua berlalu bersama laki-laki tua dengan pakaian seadanya dan tas punggung yang cukup aneh untuk dikenakannya karena bergambar superhero celana dalam merah dan digunakan diluar. Aneh ? Tidak juga, jika yang kau lihat adalah

(-)
Bersambung.

Perlombaan Kebetulan dan Eksistensi Tuhan

Sore itu, aku menaiki motorku menuju markas Palang Merah Indonesia di kotaku, untuk memenuhi undangan suatu acara, karena statusku sebagai a...