Sabtu, 16 Maret 2019

Aku, Kertas dan Konvergensi Media.

  
Zaman dulu, kertas bersetia dengan aksara-aksara yang mencucur dari benak seseorang, bermetamor dengann alam; hujan, daun, gunung, bunga randu alam, air, jendela, embun, kayu bakar. Termasuk kau salah satunya. –Sapardi djoko damono 





Seperti ungkapan dari sastrawan legendaris eyang Sapardi diatas aku tidak akan berbicara tentang biografi sapardi, atau berbicara tentang karakteristik karya-karyanya yang naturalis dan realis, dan  kwmudian aku bandingkan dengan karya Rendra yang sarat akan protes sosial.

Tapi aku akan mengajak kau membicarakan tentang kertas. Ya, kutipan tersebut aku pilih karena menggambarkan bagaimana kertas menajdi seorang “teman” yang setia untuk syair yang lahir dari benak penyair masa itu. Tentu bukan hanya menjadi “teman” setia  bagi para penyair. Bahkan, bukan hanya penyair, tapi juga menjadi saksi bisu para cendekia, orator, ilmuwan, dan penemu untuk memprasastikan buah pikiran atau catatan perjalanan keilmuan mereka. Yang kelak membantu kehidupan masyarakat saat ini.

Seperti kertas yag membantu perjalanan keilmuan para pendahulu, kertas juga membantu kehidupan pribadiku. Dulu, sebelum aku mengenal mesin bernama Laptop yang dilengkapi perangkat lunak microsoft word, Excel, dst, Aku menulis menggunakan kertas, terlebih lagi, dulu aku bersekolah di sebuah sekolah swasta berbasis keagaamaan yang melarangku menggunakan dan membawa perangkat elektronik appapun selama masa pendidikan. Dulu, aku sangat suka menulis pengalaman harianku di sebuah buku catatan harianku, hingga aku memiliki beberapa jilid buku harian. Sebenarnya, alasanku menulis di buku harian bukan karena semata-mata karena aku tidak bisa menuliskannya dalam perangkat elektronik. Tetapi, aku merasakan sensasi berbeda ketika aku harus membaginya di sebuah buku, emosi yang aku rasakan lebih terluapkan dengan maksimal. Walaupun tulisanku jauh dari kata rapi apalagi bagus. Aku tetap menuliskannya, tanpa merasa malu karena hanya aku yang membacanya. Walaupun konvensional, menulis di ketas atau buku juga lebih menjamin dari hilangnya data karena rusaknya sistem.  Itu adalah pengalaman hidupku bersama kertas, tentu tidak hanya sampai pada lingkup menulis buku harian, lebih kompleks dari itu, kertas menemani pendidikan ku dari aku belajar menulis hingga saat ini aku menjadi mahasiswa.

  Tulisan ini, tentulah bukan hanya tentang kertas, dan pengalamanku bersamanya. Tapi lebih jauh dari itu, tulisan ini akan bercerita tentang "pembaharuan" kertas sebagai media yg menjadi teman di era modern ini.  Dalam bahasa yang lebih ilmiah, orang-orang yang lebih paham menyebutnya "Konvergensi Media" . Yang maknanya adalah peleburan media dari yang satu media berisi hanya satu konten atau satu fungsi, menjadi satu media dengan multiplatform yang artinya bisa digunakan untuk berbagai fungsi. Berbicara tentang keilmuan, kurang pantas jika tidak menggunakan pendapat ahli untuk membahasnya. Aku akan memakai pendapat Flaw, menurutnya konvergensi media memiliki 3 point penting yang terdiri dari computing & information technology, communication network, dan digital content. Dalam teori ini, ahli flow menjelaskan bahwa konvergensi media sangat berhubungan erat dengan perbuatanmu industrial, karena perubahan Teknologi sangat berpengaruh bagi perubahan industri. Perubahan yang dimaksud disini bisa berarti perubahan media informasi, Cara berkomunikasi, perubahan media cetak, dan perubahan media digital.

    Dalam kasusku, teori miliki Flow ini bisa dihubungkan dengan perubahan media digital dan Cara berkomunikasi. Jika dulu aku menggunakan buku harian yang hanya bisa. Untuk mencoretkan alat tulis. Saat ini aku berbagi kegiatan harianku melalui Smartphone yang didalamnya memiliki berbagai software media sosial yang dengan mudah bisa aku dapatkan di playstore secara gratis. melalui media sosial aku bisa berbagi banyakk hal. Mulai dari pengetahuan  hingga hal-hal "Chessy" yang mungkin tidak ada spesiak-spesialnya. Pengalaman yang aku Alami mungkin sama dengan orang-orang lain. K etika pada masanya kertas sangat berjasa menemaniku sastrawan, dan para ilmuwan dalam menyalurkan, mengabadikan, dan mengkomunikasikan buah pikiran hingga orang-orang modern mampu mengenal dan memannfaatan keilmuan mereka, tentu saat ini mereka menggunakan media digital untuk mengkomunikasikan buah pikiran mereka. Aku berikan salah satu contoh agar mudah dipahami, lagi-lagi dari eyang -sapardi, yang baru saja merilis buku barunya, "sepasang sepatu tua". Di  usianya yang senja Ini, eyang -sapardi bukan hanya menceritakan buku, tetapi juga aktif berbagi kegiatan dan karya-karyanya di media sosial Instagram. Bahkan, dalam akunnya tersebut ia menyebutkan, bahwa saat ini ia sedang mengerjakan sebuah proyek kawin silang (kolaborasi) antara kata-kata dan art photography. Ini menjadi salah satu contoh, bentuk dari konvergensi media. Yang dulunya, sajak hanyalah tulisan dan kata kata. Berubah menjadi sesuatu Katya yang lebih dinamis. Jadi beginilah cara kerja konvergensi media yang penerapannya mempengaruhiku dalam hal berkomunikasi.


Terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perlombaan Kebetulan dan Eksistensi Tuhan

Sore itu, aku menaiki motorku menuju markas Palang Merah Indonesia di kotaku, untuk memenuhi undangan suatu acara, karena statusku sebagai a...